Salah satu masalah terbesar perekonomian
Indonesia adalah inefisiensi. Penyebabnya adalah mahalnya ongkos
birokrasi tingkat nasional maupun daerah. Misalnya untuk membuat Surat Keterangan
Catatan Kepolisian (SKCK), kita harus meminta surat keterangan ke RT
dan RW serta mengeluarkan uang, lalu meminta perizinan dari kelurahan
dan bayar, lalu kecamatan dan bayar, terakhir ke kepolisian dan bayar
juga. Rumitnya jalur birokrasi juga dirasakan ketika orang miskin ingin
meminta jaminan kesehatan pengobatan di RS. Banyak proses yang harus
dilalui seorang pasien tapi pasien yang bersangkutan sudah sakit dan
butuh pertolongan secepatnya. Contoh diatas merupakan gambaran kecil
mahalnya ongkos birokrasi di Indonesia.
Borosnya ongkos birokrasi bisa dilihat dari
total RAPBN di tahun 2012 yang sebesar Rp1.418,5 triliun. Selain
subsidi, biaya yang paling mahal dikeluarkan pemerintah adalah gaji
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sebesar Rp 104,9 triliun atau sebesar
7,4% dari total anggaran. Padahal jumlah PNS di Indonesia hanya
4.732.472 orang atau hanya sekitar 0,25 persen dari jumlah angkatan
kerja di Indonesia yang sebanyak 119,39 juta orang. Terlihat
bahwa PNS sebetulnya minoritas dengan biaya yang sangat mahal dibanding
angkatan kerja non-pemerintah. Ongkos tersebut harus ditanggung oleh
rakyat tak hanya lewat belanja APBN yang besar, tetapi juga biaya
birokrasi dan biaya lainnya yang menyebabkan tidak efisiennya
perekonomian Indonesia.
Bisa kita lihat, Pegawai Departemen Pendidikan
Nasional selain guru yang berjumlah lebih dari 200 ribu orang dan
Pegawai Departemen Agama berjumlah sekitar 180 ribu orang. Pada tingkat
daerah, Pemda DKI Jakarta yang memperkerjakan lebih dari 90.000 orang
pegawai hanya untuk mengurusi wilayah yang luasnya 65.000 hektar.
Data-data tersebut menunjukkan betapa birokrasi di Indonesia sangat
mahal dan sangat jauh dari efisiensi. Apakah Indonesia membutuhkan
birokrat sebanyak itu untuk mengurusi masalah-masalah yang tidak kunjung
selesai?
Oleh karena itu, mengurangi jumlah PNS adalah
langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dengan cara
membatasi input pegawai baru dengan sangat ketat. Memakai sistem kontrak
bisa membuat PNS menjadi terpacu mengejar target dan meningkatkan
kinerja. Jika gagal, PNS bisa diberhentikan. Sistem aman kepegawaian PNS
yang ada selama ini cenderung melumpuhkan kreativitas dan kinerja PNS.
Jadi, dengan sistem ini motivasi PNS tidak lagi disibukkan dengan
bagaimana meningkatkan pendapatan tambahan dari sistem birokrasi yang
ada tetapi disibukkan dengan peningkatan kinerja dan produktivitas.
Selain itu yang tidak kalah penting, aturan
kepegawaian bahwa PNS tidak bisa dipecat harus dihapuskan. Hal ini harus
disertai dengan memperkuat jabatan fungsional dan memotong jabatan
struktural. Dengan ini, pegawai yang punya kinerja bagus bisa
dipromosikan sementara yang kinerjanya buruk bisa dipecat. Dengan ini
pemerintah bisa menghemat puluhan triliun APBN. Efek lainnya,
berkurangnya PNS berarti memudahkan pengawasan dan pencegahan terhadap
KKN. Dengan berkurangnya jumlah PNS, belanja atribut juga bisa dihemat
dan aset yang berlebih saat ini bisa disumbangkan pada yang membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar