Harta Terpendam Hutan Tropis
17/04/12 on
Setiap tahun, negara ini menyuplai sekitar 80 persen kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah itu, sekitar 90 persen rotan dihasilkan dari hutan tropis di pulau Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Mungkin tanaman rotan cukup akrab bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terlebih, tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan baku berbagai kerajinan tangan dan mebel di Indonesia dan berbagai negara lain seperti Cina, Korea Selatan, dan Eropa. Bahkan, hasil kerajinan rotan berbagai pengrajin tanah air dihargai cukup mahal berkisar ratusan hingga ribuan dolar AS meski harga bahan baku semula hanya berkisar Rp 50-80 per kg.
Saat ini, persaingan perdagangan kerajinan dan mebel rotan tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tapi juga internasional. Hal itu karena sejak 10 tahun terakhir banyak negara mulai menyadari nilai ekonomis tinggi yang bisa diperoleh melalui berbagai kerajinan berbahan dasar rotan. Walhasil, kini perdagangan rotan dunia tidak hanya didominasi pengusaha Indonesia, tapi juga pengusaha asal negara Cina, Eropa seperti Italia, dan Korea Selatan.
Berdasarkan informasi dari situs Departemen Kehutanan, rotan berasal dari bahasa melayu 'raut' yang bermakna mengupas, menguliti, atau menghaluskan. Tanaman ini termasuk dalam jenis tanaman famili Palmae dengan sebutan Lepidocaryodidae. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran buah.
Rotan merupakan salah satu sumber hayati Indonesia dan menjadi salah satu penghasil devisa negara yang cukup besar. Selain dikenal sebagai negara eksportir barang kerajinan berbahan dasar rotan, Indonesia juga dikenal sebagai pemasok bahan baku terbesar. Setiap tahun, negara ini menyuplai sekitar 80 persen kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah itu, sekitar 90 persen rotan dihasilkan dari hutan tropis di pulau Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Sedangkan, sisanya dihasilkan dari budidaya rotan. Nilai ekspor rotan Indonesia pada 1992 mencapai 208,183 juta dolar AS. Sementara, sisa suplai kebutuhan rotan dunia dipenuhi oleh Malaysia, Filipina, Srilanka, dan Bangladesh.
Di Indonesia, industri rotan terbagi dalam dua daerah utama, pemasok bahan baku dan produsen kerajinan rotan. Saat ini, sentra daerah pemasok bahan baku berada di Kalimantan dan Sulawesi. Di Kalimantan, salah satu provinsi pemasok bahan baku terbesar adalah Kalimantan Tengah. Di provinsi itu, terdapat daerah bernama Katingan di mana hampir 90 persen wilayahnya dipenuhi hutan rotan. Sedangkan di Sulawesi, terminal pengiriman rotan berada di Palu, Sulawesi Tengah, dan Kendari, Sulawesi Tenggara. Kedua kota ini berfungsi sebagai terminal akhir pengiriman bahan baku di kedua provinsi yang didatangkan dari berbagai daerah penghasil rotan di daerah pegunungan.
Tanaman rotan umumnya hidup berumpun dan tumbuh menyebar di daerah berbukit dan daerah pegunungan dengan ketinggian antara 300-1.000 meter dari permukaan laut. Tanaman ini umumnya tumbuh menjalar di atas permukaan tanah kemudian memanjat dan melilit pada batang pohon sekitarnya.
Pada pangkal batang tanaman rotan terdapat bongkol. Batangnya tumbuh tegak ke atas sampai kurang lebih 2-2,5 meter. Setelah mencapai ketinggian itu, batang rotan akan melengkung. Seperti bambu, batang rotan pun beruas-ruas berkisar berkisar 15-30 sentimeter dengan diameter 2-8 sentimeter. Sedangkan, saat masih berusia muda, batang rotan umumnya berwarna hijau dan mulai menguning ketika menua. Namun, ada beberapa jenis rotan yang warnanya tidak berubah dan tetap hijau ketika menua. Hanya saja, warna hijau tampak semakin pekat atau tua.
Berbeda dengan bambu, batang tanaman ini dilindungi pelepah berduri. Karena itu, petani rotan biasanya membawa parang sepanjang 60 sentimeter sebagai alat untuk menebang, membersihkan duri, dan menguliti kulit rotan agar batangnya bisa diambil.
Di hutan Indonesia, terdapat cukup banyak jenis rotan yang tumbuh. Jumlahnya mencapai 300 jenis lebih. Namun, jenis rotan yang menjadi bahan baku industri hanya sekitar 20-an. Dari jumlah itu, hanya enam jenis rotan yang biasa menjadi komoditas ekspor ke berbagai negara. Dari pengakuan pengepul rotan besar asal Sultra, Umar Tjong, ia biasanya melakukan pengiriman ekspor lima jenis rotan ke Cina dan Korsel. Mereka adalah rotan Lambang, Batang, Tohiti, Karompu, dan Jermasi. Selain itu, rotan lain yang juga bisa diekspor adalah jenis Sega. Sedangkan, rotan jenis lain yang sering digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan nasional adalah Manau, Tabu-Tabu, Suti, Pahit, Kubu, Lacak, Slimit, Cacing, Semambu, dan Pulut.
Sementara, berdasarkan data inventarisasi Direktorat Bina Produksi Kehutanan Dephut, dari 143 juta hektare luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13,2 juta hektare. Selain itu, terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Sedangkan di Asia Tenggara, terdapat lebih dari 516 jenis rotan.
Memproses Rotan
Menurut petani rotan asal Desa Ambe Kairi Utama Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe Sultra, Sumanto, proses pengambilan rotan di hutan setidaknya terdiri atas lima tahapan usai tanaman rotan ditemukan. Tahap pertama adalah memastikan usia rotan apakah layak tebang. Hal ini bisa diketahui dari besaran dan warna batang.
Sedangkan, tahap kedua adalah membersihkan pelepah berduri agar mudah ditebang. Sementara, tahap ketiga adalah setelah tertebang, kulit bisa langsung dikuliti atau dibiarkan saja. Selanjutnya, tahap keempat adalah batang rotan dipukul-pukul dengan menggunakan parang untuk memastikan tidak ada duri tersisa. Sedangkan, tahap kelima adalah rotan siap diangkut.
Secara garis besar, terdapat dua proses pengolahan bahan baku rotan asalan menjadi rotan setengah jadi, yakni pemasakan dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang dan besar dan pengasapan dengan belerang untuk rotan berukuran kecil. Pemasakan dengan minyak biasanya dilakukan oleh pengepul besar dengan menggunakan tiga drum yang telah dibelah dua dan disambung menjadi satu. Selanjutnya, puluhan batang rotan dimasukkan ke dalam wajan drum itu yang sebelumnya telah diisi minyak tanah. Proses pemasakan cukup bervariasi tergantung besarnya api dan banyaknya rotan yang dimasak. Namun, biasanya pemasakan diperkirakan memakan waktu sekitar 6-8 jam.
Usai dimasak, rotan lalu dijemur untuk menghilangkan kandungan minyak tanah. Bila cuaca panas dan tidak hujan, penjemuran biasanya dilakukan sekitar tiga hari. Sedangkan, bila cuaca lembab dan hujan, penjemuran bisa memakan waktu sekitar seminggu. Proses pengolahan dilanjutkan dengan proses menguliti dan pembentukan rotan dalam beberapa ukuran. Selanjutnya, rotan setengah jadi siap dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri. m bahrul ilmi
Identifikasi beberapa rotan:
1. Rotan Batang (Daemonorops robustus Warb)
Hidup berumpun dan tumbuh menyebar di daerah berbukit dan bergunung (300-1000 m dpl). Pada pangkal batang, ada bongkol yang menjulur tegak ke atas kurang lebih 2 meter kemudian melengkung kembali ke tanah. Diameter batang kurang lebih 28 cm, panjang ruas 15-30 cm, warna batang hijau tua mengilap berbentuk silindris. Ruas nyata dan pada batang terdapat benjolan pelepah. Sedangkan, pelepah daun berduri seperti duri salak pada bagian atas melengkung ke dalam, panjang duri antara 2-4 cm, tangkai daun pada bagian pelepah berduri rapat, makin ke atas makin jarang, bentuk duri pipih bersusun dan tidak beraturan
2. Rotan Lambang
Hidup berumpun tumbuh di pinggir sungai atau dataran rendah dan juga sering ditemui di pegunungan. Ruas batang nyata, warna batang hijau muda kekuning-kuningan, panjang ruas 25-40 cm dengan diameter batang 1-2 cm merata sampai ujung, buku pada ruas melingkar rata dan berwarna hitam di mana ruas pada bagian bawah buku besar dan ruas pada bagian atas mengecil dan merata sampai ke ujung batang. Permukaan batang licin dan mengilap.
3. Rotan Umbul
Hidup soliter, tempat tumbuh menyebar dari daerah dataran rendah (pinggiran sungai) sampai pada daerah dataran tinggi dan berbukit. Batang berwarna kuning cemerlang kehijau-hijauan silindris, beralur, batang dari pangkal sampai ujung semakin besar, panjang ruas batang antara 25-40 cm, diameter batang pada bagian ujung 2-4 cm. Ruas buku melingkar lurus berwarna seperti warna batang dan tampak jelas. Panjang batang kurang lebih 15-60 meter, batang terbungkus pelepah daun dan terdapat pasangan duri yang menghadap ke bawah melingkar menyerupai spiral, panjang duri 3-5 mm berwarna kuning.
4. Rotan Tohiti
Hidup soliter, tumbuh menyebar secara merata pada ketinggian 300-1200 m, batang dari pangkal sampai ke ujung semakin besar, warna batang hijau tua, licin, panjang batang 15-120 m, tumbuh vertikal ke atas kemudian melilit pada pohon di sekitarnya. Diameter batang pada pangkal 0,8-2 cm pada ujung antara 2-4 cm dan panjang ruas antara 20-35 cm sama besar sampai ke ujung batang, buku pada ruas melingkar miring, berwarna hitam dan berlekuk.
5. Rotan Susu
Hidup soliter tumbuh menyebar merata di ketinggian 250-500 m dpl, terutama banyak dijumpai di pinggiran sungai dan di dataran rendah yang lembab. Batang berwarna kuning kehijauan, dengan diameter batang mulai dari pangkal sampai ujung pelepah. Diameter batang mulai dari panjang 1,5 m untuk rotan dewasa dapat mencapai 28-40 mm. Ruas batang panjangnya 15-40 cm dengan bentuk buku ruas agak tebal menonjol melingkar miring. Ciri khas batang bila dipotong akan keluar air berupa getah mencair putih seperti susu.
6. Rotan Merah atau Tai Ayam
Hidup berumpun, menyebar dari ketinggian 200 m dpl s/d 500 m dpl. Batang berwarna cokelat kemerah-merahan, batang terbungkus pelepah, panjang ruas 20-30 cm. Diameter batang 4-8 mm, batang merah dari pangkal sampai ujung rata, sedangkan pada panjang 15-20 m bercabang membentuk batang baru. Pada setiap rumpun, terdapat batang rotan yang siap panen antara 15-20 batang, dengan panjang batang berkisar antara 15-45 m. Daun berwarnaa hijau tua, berbentuk melebar di tengah-tengah dan dasar daun lurus, tepi daun bergerigi dan meruncing pada ujung daun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar