Biaya kemacetan Rp46 triliun per tahun
16/06/12 on
Fakta dari kemacetan di berbagai daerah di Indonesia adalah pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi makin tidak terkendali dan tidak ditunjang fasilitas angkutan umum massal yang memadai dan juga penggunaan ruang jalan yang tidak efektif dan efisien. Outputnya adalah biaya tinggi akibat pemborosan energi, waktu, dan polusi sehingga berpengaruh negatif terhadap perputaran perekonomian nasional. Hal ini juga menghasilkan total dari 63 persen penduduk Jakarta menghabiskan 20-30 persen pendapatan hanya untuk transportasi. Fakta ini menunjukkan, sisa pendapatan harus diirit sedemikian rupa agar kebutuhan lainnya, termasuk makan, terpenuhi. Akibatnya, daya beli dipastikan rendah, yang berimbas terhadap perputaran perekonomian.
Biaya kemacetan hanya di Jakarta saja diperkirakan Rp46 triliun per tahun meliputi biaya bahan bakar minyak (BBM), operasional kendaraan, time value dan lainnya.
terdapat beberapa sumber kemacetan diantaranya yaitu :
-Polisi yg dengan begitu mudahnya meluluskan pemohon SIM. kalau kita perhatikan penyebab macet nomor satu adalah kendaraan umum yg berhenti seenaknya utk mengangkut penumpang, dan mendahului kendaraan lain dng semaunya.menancap lampu kuning bahkan merah. 80% kemacetan terjadi krn tdk profesionalnya kinerja polisi dlm meluluskan pemohon SIM khususnya kendaraan umum.
-tingkat kesadaran ttg keselamatan org lain dr pengendara umum relatif tdk ada, yg mereka pikir cuma setoran.
-Jika kita melihat grafik pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun, kita akan melihat bahwa terjadi peningkatan (yang walaupun tidak secara drastis) yang berkelanjutan dari setiap periodenya. dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dari setiap periodenya dan ditambah lagi dengan masuknya warga negara asing yang berbondong-bondong untuk memburu dan menjadi pelaku utama perindustrian di Indonesia menyebabkan nusantara archipelago ini semakin penuh sesak.
Pertambahan jumlah penduduk ini akan mnyebabkan tingkat konsumsi penggunaan moda transportasi semakin meningkat. Ironisnya dengan tingkat permintaan yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas moda transportasi massal. hal inilah yang menyebabkan warga negara di Indonesia enggan untuk memanfaatkan moda transportasi massal dan gemar memakai kendaraan pribadi.
-Besaran pajak untuk kendaraan juga di nilai terlalu kecil apabila di bandingkan sarana yang harus di sediakan untuk kendaraan itu sendiri. Estimasi itu bisa kita dapatkan secara hitungan kasar. Pajak sebuah mobil pertahun jauh di bawah biaya sarana yang harus di bangun untuk mobil itu selama setahun.
-Gaya hidup yang cenderung hedonisme, membuat orang malas berjalan dan berpanas panasan meskipun hanya untuk sekedar makan siang dari satu gedung ke restoran yang berada di gedung lainnya. Kita bisa lihat, jalan raya pasti akan di padati tatkala jam-jam menjelang makan siang dan makan malam.
-Polarisasi perputaran uang juga mendasari fenomena ini. Anda dapat bayangkan, apabila 90 % perputaran Uang masih ngendon di Jakarta, maka alangkah sulitnya untuk mendapat 10% sisanya yang tersebar di berbagai daerah, sedangkan kebijakan harga kadang tidak selalu bisa mengikuti persentase perputaran uang, dan sudah barang tentu gejolak pasar akan meledak tak terelakkan. Hal inilah yang membuat orang rela ber gembel gembel ria di kota besar asalkan setiap harinya Mereka dapat mengumpulkan beberapa lembar rupiah yang notabene asalkan dapur Mereka tetap bisa ngebul.
-Tidak adanya kebijakan pembatasan penjualan mobil , data penjualan mobil tahun 2011 saja mencapai angka 750 ribuan mobil, bisa dibayangkan pertambahan mobil dengan angka pertambahan jalanan yang sangat tidak seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar