Atlantis Indonesia

 on 02/02/13  


Oleh Imam Sapargo

Atlantis! Sebuah kata singkat yang telah melewati rentang waktu begitu panjang melalui tradisi lisan para “orang tua”, legenda, bahkan telah menjadi mitos yang terjaga keberadaannya. Namun demikian, kata ini telah dikenal semenjak Plato menulis dua dialog, yakni Timaeus dan Critias sekitar 360 SM yang menjadi reverensi awal akan keberadaan Atlantis itu sendiri. Berdasarkan tulisan tersebut Prof. Arysio Nunes dos Santos melakukan riset selama 30 tahun yang kemudian berhasil menguak tabir dari mitos mengenai Atlantis. “Atlantis benua yang hilang”, “Atlantis kota yang tenggelam dibawah laut”, “Atlantis surga yang pernah ada” dsb itu merupakan mitos-mitos yang kebenarannya berdampingan dengan awal peradaban manusia di bumi.

Perlu dicatat, Prof. Arysio Santos melakukan riset ini dengan menerapkan prinsip “pisau cukur Ockham” untuk semua bahan-bahan risetnya. Salah satunya mengenai penanggalan yang diberikan oleh Plato terhadap bencana alam berskala global yang terjadi selama satu hari satu malam di Atlantis, tepatnya pada tahun 11.600 SM. Penanggalan ini bertepatan pula dengan penanggalan akhir Zaman Es Pleistosen dan juga MeltwaterPulse 1B (disingkat menjadi MWP1B). Hal tersebut menjadi penting dalam riset ini, sebab fenomena geologis yang terjadi menjadi rujukan Prof. Arysio Santos untuk mengurai awal mula peradaban-peradaban yang selanjutnya berkembangdi dunia.

Hasil riset tersebut nantinya mampu menjelaskan gejala universalian yang dimiliki oleh banyak peradaban di dunia yang kita kenal, sebut saja Aztlan (Aztec) dan Tolan (Maya) (Keduanya dilahirkan oleh bangsa Inca), India dengan sungai Indusnya, Celtic, Indian C olorado di Amerika Serikat, Minoa-Kreta, Aborigin Australia, Mesir, Roma, hingga ke Yunani. Sebelum sampai jauh kesana, ada baiknya kita mulai dengan Atlantis itu sendiri. Dimanakah letak Atlantis itu sesungguhnya berada? Secara samar dan rahasia, Plato memberikan informasi tersebut dalam tulisannya di bagian dialog Timaeus 24e-25a yang kemudian diterjemahkan oleh Benjamin Jowett sebagai berikut:

“Banyak perbuatan hebat dan luar biasa yang dicatat dari negaramu di dalam sejarah-sejarah kami. Tetapi, salah satu dari hal tersebut melebihi yang lain dalam hal kebesaran dan keberanian. Karena sejarah-sejarah ini menceritakan suatu kekuatan hebat yang secara tak beralasan menjalankan ekspedisi terhadap seluruh Eropa dan Asia, dan yang mana kotamu menjadi titik akhirnya. Kekuatan ini muncul dari Samudra Atlantik – karena di masa itu Samudra Atlantik dapat dilayari – dan di sana ada sebuah pulau yang terletak di depan selat-selat yang kau sebut sebagai Pilar-Pilar Heracles. Pulau ini lebih besar daripada Libia dan Asia digabungkan, dan merupakan jalan ke pulau-pulau lain; dan dari pulau-pulau ini, Anda dapat melintasi keseluruh benua yang berhadapan yang mengelilingi Samudara yang Sesungguhnya. Karena laut ini, yang berada di dalam Selat-selat Heracles, hanyalah sebuah pelabuhan dengan sebuah jalan masuk yang sempit. Tetapi, yang satunya lagi adalah laut sebenarnya dan tanah yang mengelilinginya mungkin benar-benar yang disebut benua tanpa batas.”

Jika kita perhatikan secara seksama kutipan diatas, sesungguhnya Plato tengah bermain kata-kata dengan semua (termasuk kita) orang yang membaca tulisannya. Maka, kalimat tersebut di atas sangatlah sulit diterjemahkan secara harfiah, ini khas perbuatan para cendikiawan pada era itu. Dimana kata dan symbol menjadi penting bagi sebuah kebudayaan. Untuk membuka kode sandi dari rahasia yang disimpan oleh Plato, Prof. Arysio Santos bersama timnya membuat sebuah tabel yang isinya merupakan ciri-ciri pokok Atlantis. Adapun tabel yang dibuat seperti di bawah ini:

Tabel III.1 Geografi Aktual Atlantis yang dituturkan Plato dalam Timaeus(24e-25a)

Dua Pilar (Selat)

Pulau Atlantis (Lebih besar dari Asia+Libia)

Banyak Pulau di Samudra sesungguhnya

Benua Luar di Depan (Benua Sesungguhnya)

Dengan tabel tersebut kemudian Prof. Arysio Santos melakukan riset satu demi satu terhadap semua posisi Atlantis yang dirujuk oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebagai bentuk penghematan dan kepadatan tulisan ini, saya mencoba melompat melewati uraian-uraian rinci dalam buku ini terkait letak Atlantis yang direkomendasikan tersebut, hingga meninggalkan beberapa daftar nama-nama tempat yang ditolak oleh Prof. Arysio Santos pada akhirnya. Misalkan dalam Kasus Kuba dan Kepulauaun Karibia, Kasus Kreta, Cyprus, Malta, dan Lokasi Mediterania lainnya, Kasus Paparan Celtic, Maroko, dan Tartessos,hingga Antartika dan Samudra Arktik.

Lompatan saya ini pun kemudian sampai kepada hasil temuan Prof. Arysio Santos dalam tabel IV.1 yang isinya adalah sebagai berikut:

Tabel IV.1 Hasil Pengamatan terhadap Wilayah Indonesia dan Selat Sunda

Selat bermulut sempit (Sunda)

Pulau sangat luas terletak tepat di depan (Lebih besar dari Libia dan Asia) (Atlantis-Indonesia)

Banyak Pulau di depan (Melanesia, Mikronesia, Polinesia) di Samudra sesungguhnya (Pasifik)

Benua Luar di luar Samudra Sesungguhnya (Amerika)

Tabel tersebut adalah bukti otentik dari apa yang dikatakan oleh Plato kepada kita yang dirumuskan oleh Pro. Arysio Santos. Jika kita masih memiliki pikiran bahwa rumus itu salah (memang bisa salah), maka semua kebetulan dan kebenaran-kebenaran ini mesti dicari perbandingannya kembali. Mari kita perhatikan kembali, dimana lagi ada ciri-ciri tersebut yang dapat ditemukan selain di Indonesia?

Setelah kita mengurai secara singkat letak Atlantis di Indonesia, seperti yang saya tulis sebelumnya dibagian awal kita akan kembali melihat gejala universalian yang terjadi diseluruh peradaban dunia yang kejadiannya hanya dapat dijelaskan oleh sebuah divusi (penyebar luasan) budaya dari satu dinasti yang sangat besar yang membentang dari Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik, yakni Atlantis itu sendiri. Mari kita mulai memundurkan hitungan waktu saat manusia (atau lebih tepatnya sejenis kera yang menyerupai manusia (anthropoid simian) yang merupakan nenek moyang kita) muncul pertama kali di kawasan Afrika sekitar tiga juta tahun yang lalu. Saat itu mereka tinggal di daerah sabana-sabana. Tentu saja beriklim tandus sementara dibelahan bumi lainnya (Eropa) saat itu beriklim dingin dan tertutup salju. Kedua tempat tersebut tidaklah cocok sebagai tempat mereka tinggal sehingga mereka pun melakukan eksodus secara besar-besaran menuju Eurasia dan mencapai timur jauh (baca Indonesia) dan Australia setidaknya sekitar satu juta tahun yang lalu. Budaya bercocok tanam kemudian berkembang pesat diwilayah ini yang kemudian Plato namakan sebagai Atlantis tua atau Atlantis Lemuria satu dari dua Atlantis yang disebutkan oleh Plato.

Kedua Atlantis yang dirujuk oleh Plato sebetulny sama dengan Ibu dan Putra dalam tradisi-tradisi suci sebagian besar bangsa di bumi ini. Peradaban Atlantis Lemuria dengan budaya bercocok tanamnya membuat daerah ini (baca kembali Indonesia) menjadi surga atau eden. Dialah Ibu yang melahirkan peradaban Atlantis (putra) selanjutnya tanpa “dibuahi” karena dialah satu-satunya peradaban yang ada ketika itu. Hingga pada akhirnya terjadi bencana yang bersifat global yang mempengaruhi kehidupan mereka, yakni bencana meletusnya gunung merapi Toba kurang lebih 75 ribu tahun yang lalu.

Bencana ini hampir tak bisa tertahankan, hingga membuat populasi manusia saat itu menjadi langka, hingga mencapai ribuan orang. Karena Atlantis Lemuria telah luluh lantah, terjadilah kembali Eksodus manusia untuk kedua kalinya yang mencapai India hingga ke Mesir. Catatan tambahan, bahasa sebagai alat komunikasi manusia telah ada waktu itu, bahasa tersebut adalah bahasa Sansekerta dan bahasa Dravida, kedua bahasa tersebut adalah bahasa keseharian bangsa Atlantis pada saat itu. Dimana saat terjadi eksodus manusia, kedua bahasa tersebut tetap dipertahankan, dan kemudian menjadi akar bahasa bangsa mesir untuk pertama kalinya. Dari bahasa inilah kita kemudian mengenal kata padi di Indonesia, dimana kata tersebut diambil dari nama belakang Saning sari (atau sarici=padi). Kemudian meluas ke dalam bahasa lain seperti kata oryza (Yunani), cerealis (Latin), dan rice (Inggris).

Kembali ke Atlantis, sebagaian dari ribuan orang tersebut memilih bertahan di India dan Mesir, sedangkan sebagian yang lain memilih untuk tetap kembali ke surga yang telah mereka tinggalkan. Mereka inilah kemudian yang secara berkala kembali menghidupkan Atlantis sebagai surga yang mereka tempati sebelumnya. Plato kemudian menguraikan lebih jauh mengenai Atlantis ini yang katanya Atlantis berada di kawasan tropis pada zaman es Pleistosen, berlimpah sumber daya alam, seperti timah, tembaga, seng perak, emas, berbagai macam buah-buahan, padi, rempah-rempah, gajah raksasa, hutan dengan berbagai jenis pohon, sungai, danau, dan saluran irigasi. Namun demikian, bencana kembali terjadi. Penyebabnya saat ini adalah karena letusan besar gunung merapi Krakatau yang terjadi pada tahun 11.600 SM yang mengakibatkan berakhirnya zaman es Pleistosen. Es yang mencair kemudian meluap hingga ketinggian mencapai 130-150 meter dan bahkan lebih. 

Kisah Atlantis yang tenggelam ini, terdapat juga di dalam naskah kuno Aztec yang berasal dari pra kolombia. Gambar pertama,  menunjukan Surga priomordial bangsa Indian Meksiko tengah tenggelam. Pada gambar tersebut laut tengah bergejolak yang hanya menyisakan puncak gunung berapi yang berbentuk pulau. Kemudian, gambar laki-laki diatas gunung tersebut merujuk pada tradisi Yunani yakni Atlas yang menopang bumi. Gambar kedua,  yang berasal dari kuil Maya di Yucatan, Meksiko. Gambar tersebut kita melihat alias atau tiruan Nuh yang tergesa-gesa meinggalkan wilayah Tolan, surge bangsa Maya, yang hancur. Ikan mati dan orang mati menggambarkan dengan jelas sifat mematikan dari bencana besar yang ditunjukan gambar ini. Dan demikian pula dengan kuil batu yang tampak hancur menyisakan gunung merapi yang berbentuk pulau.

Tadi kita sempat menyinggung atlas, untuk mengetahui sosok atlas lebih jauh lihat gambar Quetzalcoatl dan Atlas yang memikul langit. Gambar pertama menggambarkan Quetzalcoatl yang memikul langit, sedangkan gambar kedua menunjukan Atlas melakukan hal yang sama menurut mitologi Romawi dan Yunani. Karena mereka menyangga langit inilah maka mereka dipersonifikasikan sebagai pilar-pilar Herkules. Dimana pilar herkules tersebut pada akhirnya merujuk pada gunung Krakatau itu sendiri yang meledak pada saat itu. Sekedar informasi nama Krakatau rupa-rupanya berasal dari bahasa sansekerta krakaca yang berarti “sabit, arit” atau “pedang”. Perujukan kata “sabit” atau “pedang” rupa-rupanya merujuk kepada fakta bahwa letusan Krakatau benar-benar memisahkan Jawa dan Sumatra, seolah-olah dibelah oleh sabit atau pedang dimana Atlantis itu berada. Letusan gunung merapi itu pun berlanjut hingga kini, sehingga kawasan Indonesia dapat juga disebut sebagai “Sabuk Api Pasifik”.

Inilah informasi-informasi yang berkaitan langsung dengan Atlantis Indonesia. Bukti-bukti yang dikemukakan oleh Prof. Arysion Santos dalam bukunya tersebut benar-benar menunjukan fenomena geologis yang serupa antara Atlantis dengan Indonesia. Sehingga kebenaran buku ini tidak dapat lagi terbantahkan, paling tidak hingga menunggu buku lainnya yang dapat menjelaskan lebih rinci dan detail dari pada buku ini.

Atlantis Indonesia 4.5 5 Fizzo's Blog 02/02/13 Oleh Imam Sapargo Atlantis! Sebuah kata singkat yang telah melewati rentang waktu begitu panjang melalui tradisi lisan para “orang t...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.