1. Rambut manusia
Jangan dikira rambut kita yang dipotong di salon akan disapu
lalu dibuang begitu saja. Bila kondisinya masih bagus, rupanya
tangan-tangan kreatif akan mengemasnya sebagai bahan wig untuk industri
fesyen di luar negeri.
Wig alias rambut palsu kualitas terbaik memang disarankan dibuat dengan bahan baku rambut manusia. Karena itu negara-negara mode seperti Italia dan Prancis kerap meminta rambut bekas potong, dari negara-negara Asia. Alasannya karena biasanya berwarna hitam.Â
Dari data BPS permintaan rambut manusia tahun ini memang naik turun. Ada beberapa bulan sama sekali tidak ada ekspor. Namun nilainya lumayan, total dari Januari sampai September, ekspor rambut menghasilkan USD 350 ribu atau setara Rp 3,3 miliar.
Wig alias rambut palsu kualitas terbaik memang disarankan dibuat dengan bahan baku rambut manusia. Karena itu negara-negara mode seperti Italia dan Prancis kerap meminta rambut bekas potong, dari negara-negara Asia. Alasannya karena biasanya berwarna hitam.Â
Dari data BPS permintaan rambut manusia tahun ini memang naik turun. Ada beberapa bulan sama sekali tidak ada ekspor. Namun nilainya lumayan, total dari Januari sampai September, ekspor rambut menghasilkan USD 350 ribu atau setara Rp 3,3 miliar.
2. Kulit reptil
Industri fesyen luar negeri menilai kulit reptil, seperti
buaya, memiliki kualitas mumpuni sebagai bahan tas atau jaket. Karena
itulah ada saja pengusaha dalam negeri yang menggeluti usaha ekspor
seperti ini.
Sama seperti rambut, karena mengikuti tren fesyen, maka permintaan ekspor kulit reptil sangat tergantung suasana hati para penggila busana.
Ada bulan di mana eksportir kulit reptil menangguk ratusan ribu dolar, tapi banyak juga bulan-bulan sepi sama sekali tidak ada order. Tapi jangan remehkan untungnya. Sepanjang tahun ini menurut BPS, kulit buaya dan ular bernilai USD 3,6 juta alias Rp 35 miliar.
Sama seperti rambut, karena mengikuti tren fesyen, maka permintaan ekspor kulit reptil sangat tergantung suasana hati para penggila busana.
Ada bulan di mana eksportir kulit reptil menangguk ratusan ribu dolar, tapi banyak juga bulan-bulan sepi sama sekali tidak ada order. Tapi jangan remehkan untungnya. Sepanjang tahun ini menurut BPS, kulit buaya dan ular bernilai USD 3,6 juta alias Rp 35 miliar.
3. Air laut
Anda tidak salah baca. Inilah salah satu komoditas ekspor
yang sulit dibayangkan bisa laku, apalagi karena negara kita dikaruniai
70 persen wilayah berupa laut.
Banyak negara yang tidak seberuntung Indonesia dengan cadangan air asin besar. Pengusaha pun memanfaatkan peluang itu buat memasok kebutuhan bahan baku obat alternatif sampai penggemar ikan hias yang ingin memelihara hewan laut di aquarium.Â
Setiap bulan, permintaan air laut selalu ada, meski volumenya naik turun. Tapi jumlahnya tidak main-main, sebab nilai ekspor komoditas ini sepanjang 2012 mencapai USD 763 ribu alias Rp 73 miliar.
Banyak negara yang tidak seberuntung Indonesia dengan cadangan air asin besar. Pengusaha pun memanfaatkan peluang itu buat memasok kebutuhan bahan baku obat alternatif sampai penggemar ikan hias yang ingin memelihara hewan laut di aquarium.Â
Setiap bulan, permintaan air laut selalu ada, meski volumenya naik turun. Tapi jumlahnya tidak main-main, sebab nilai ekspor komoditas ini sepanjang 2012 mencapai USD 763 ribu alias Rp 73 miliar.
4. Kaki kodok
Pada 1989 ada film komedi arahan Norman Benny berjudul
"Makelar Kodok", dibintangi pelawak Kadir dan Doyok. Dalam film itu
digambarkan Doyok kaya raya mendadak karena mengekspor kodok, yang
notabene hewan tidak berharga seperti sapi, ke negara-negara maju.Â
Kini dagelan itu sudah tidak relevan lagi. Terbukti ekspor kodok menyumbang devisa cukup besar. Berdasarkan data BPS, permintaan kodok, lebih tepatnya kaki kodok, dari luar negeri seperti China cenderung meningkat setiap bulan.Â
Permintaan bahan masakan swikee itu hanya turun di bulan Juni dan Juli saja. Secara total, sampai tiga bulan lalu, nilai ekspor kaki kodok mencapai USD 15,7 juta setara Rp 150 miliar.
Merdeka.com
Kini dagelan itu sudah tidak relevan lagi. Terbukti ekspor kodok menyumbang devisa cukup besar. Berdasarkan data BPS, permintaan kodok, lebih tepatnya kaki kodok, dari luar negeri seperti China cenderung meningkat setiap bulan.Â
Permintaan bahan masakan swikee itu hanya turun di bulan Juni dan Juli saja. Secara total, sampai tiga bulan lalu, nilai ekspor kaki kodok mencapai USD 15,7 juta setara Rp 150 miliar.
Merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar