"Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
Butir terakhir dari isi Sumpah Pemuda yang tertulis dalam ejaan lama dan dikumandangkan oleh putra-putri Indonesia 84 tahun silam ini seakan mendunia.
Suatu kenyataan dan lompatan yang sulit dibayangkan kita semua sebagai anak bangsa apabila suatu saat nanti menyaksikan Indonesia dipersatukan oleh masyarakat internasional dalam bahasa Indonesia.
Kemungkinan ini sebenarnya sudah berproses melalui akar sejarah yang terbentuk sejak tersebarnya kebudayaan dan masyarakat Indonesia hingga ke seluruh dunia beberapa abad sebelumnya.
"Halo, saya orang Indonesia," sapa seorang pria setengah baya bertampang bule yang mengaku nenek moyangnya keturunan Indonesia ke penulis saat menghadiri upacara pengibaran bendera di kompleks Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Colombo, Sri Lanka, pada 17 Agustus 2011 .
Rupanya pria yang hanya mengerti beberapa patah kata dalam bahasa Indonesia ini sudah mendapatkan informasi terlebih dulu dari staf KBRI di Colombo mengenai kedatangan penulis yang berprofesi sebagai wartawan dari sebuah media online di Jakarta saat itu.
Penulis kemudian menyadari warga keturunan Indonesia pertama yang diyakini diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda ke Sri Lanka adalah rombongan Pangeran Adipati Amungkurat III beserta para keluarga dan pengikutnya pada 1708. Sebagian besar mereka yang diasingkan berasal dari Pulau Jawa.
Namun, ada pula yang berasal dari Sumatra, Maluku, Madura serta Tidore. Mereka yang kemudian menolak untuk dipulangkan kembali ke Indonesia kawin-mawin di antaranya dengan penduduk lokal. Sebagian besar keturunan mereka saat ini yang sudah kehilangan status kewarganegaraan Indonesia tidak mengetahui persis siapa nenek moyang mereka.
Sekretaris Ketiga Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI di Colombo, Said Fathona, menyebutkan dalam keterangan tertulisnya ke penulis bulan lalu bahwa saat ini terdapat sekitar 350 WNI di Sri Lanka dan 1.300 WNI yang sebagian besar bekerja di hospitality industry seperti hotel dan resor di Maladewa yang berada di bawah wilayah akreditasi KBRI Colombo.
Seperti menemukan oase yang merefleksikan identitas negara kita sendiri saat kita bepergian ke luar negeri seperti Australia, Belanda, Sri Lanka, Suriname, Amerika Serikat atau di negara tetangga kita di ASEAN ketika menemukan mereka yang berbicara dalam bahasa Indonesia di luar Tanah Air.
Kenyataan di atas sudah bukan hal yang baru. Data Kementerian Luar Negeri Indonesia hingga tahun 2011 mencatat terdapat 4.463.950 WNI yang tersebar di luar negeri atau terbilang terbesar kelima di dunia. Sekitar 2,5 juta WNI di antaranya berada di Malaysia dan hampir 2 juta dari jumlah tersebut adalah tenaga kerja Indonesia.
Jumlah di atas bahkan bisa membengkak dari kenyataan sebenarnya apabila kita harus menambahkannya dengan jumlah WNI yang sudah menikah dengan warga lokal dari negara yang mereka diami atau telah kehilangan status WNI dan menetap di luar negeri secara turun-temurun sejak masa kedatangan nenek moyang mereka.
Penyebaran penduduk ke seluruh dunia adalah salah satu faktor berkembangnya pemakaian bahasa Indonesia ke seluruh dunia. Tidak heran apabila China dengan jumlah penduduk terbesar di dunia atau mencapai 1,3 miliar jiwa dengan tingkat penyebaran penduduk cukup tinggi di dunia memiliki bahasa yang terbanyak digunakan di seluruh dunia. Jumlah masyarakat dunia yang menggunakan bahasa China empat kali lebih banyak dibandingkan mereka yang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Masih ada beberapa faktor lainnya yang dapat memperluas pemakaian bahasa Indonesia hingga ke seluruh dunia di antaranya lewat kajian maupun promosi budaya dan bahasa, program pertukaran pelajar, serta berbagai kegiatan lainnya termasuk di dunia ekonomi dan hiburan.
Sebagai contoh sederhana adalah Jepang yang menanamkan pengaruh bahasanya ke seluruh dunia lewat perkembangan pembangunan dan teknologi yang dicapainya. Merek dagang seperti Honda dan sederet merek lainnya sudah menjamur di seluruh dunia seakan sebagai merek lokal di luar Jepang.
Perkembangan teknologi dan pembangunan Jepang termasuk dalam bidang kebudayaan setidaknya telah memicu peningkatan jumlah pelajar asing yang mempelajari bahasa Jepang termasuk dari Indonesia. Hal serupa juga diraih Korea Selatan yang berhasil menajamkan pengaruhnya tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga di bidang hiburan.
Riak gelombang ekspor kebudayaan Korea Selatan sudah terasa hingga ke seluruh dunia bahkan membanjiri Indonesia mulai dari musik, film, dan bahkan gaya hidup selain tentunya juga bahasanya.
Inilah momen yang harus direbut Indonesia dalam menancapkan identitasnya di dalam kompetisi merebut pengaruh masyarakat internasional lewat bahasa; pembangunan secara utuh dan menyeluruh tanpa meninggalkan identitas bangsa. Ini tentunya tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mengembangkan pembangunan di berbagai sektor tanpa menyingkirkan arti penting dari budaya dan bahasa.
Undang-undang saja seperti UU No.24/2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara tidak cukup memberikan ruang bagi perkembangan pemakaian bahasa Indonesia apabila tidak diikuti dengan aplikasi nyata. Harus ada kajian khusus untuk bahasa atau kebudayaan Indonesia dalam wujud pusat kajian Indonesia yang selama ini belum dimiliki oleh Indonesia.
Jepang yang melaju pesat sebagai salah satu negara ekonomi terkemuka dunia tidak lengah dengan perkembangan budaya dan bahasa negaranya sendiri termasuk negara lain dengan tujuan diantaranya untuk mempertajam kajiannya terhadap pasar persaingan usaha baik di dalam dan luar negeri.
Sudah banyak orang Jepang mampu berbahasa Indonesia; di Jepang bahkan tes kemampuan bahasa Indonesia dikembangkan oleh orang Jepang dan ada dukungan kebijakan orang Jepang yang mau bekerja di Indonesia harus mampu berbahasa Indonesia sehingga harus mengikuti tes itu.
Jika gaung Indonesia lebih terdengar melalui pusat kajian Indonesia, makin banyak orang mempelajari Indonesia melalui pintu masuk bahasa dan budaya Indonesia, tentu makin banyak pula penutur bahasa Indonesia.
“Saya belum pernah dengar,” jelas Prof. Bahren Umar Siregar, dosen Liguistik Terapan Bahasa Inggris Unika Atma Jaya Jakarta, saat ditanya penulis apakah Indonesia sudah mempunyai pusat kajian Indonesia.
Menurut Dr. Untung Yuwono, Manajer Pendidikan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Indonesia belum mempunyai pusat kajian Indonesia yang ditujukan diantaranya untuk memberikan perhatian khusus terhadap kekayaan kebudayaan Indonesia yang selama ini rawan dicuri oleh negara lain. Pengajar Program Studi Indonesia FIB UI ini menjelaskan lembaga serupa yang ada selama ini di Indonesia masih sekadar berupa lembaga bahasa.
Pusat kajian Indonesia baru tahun ini dirintis pengembangannya oleh FIB UI. Pusat kajian Indonesia FIB UI mencoba menghimpun dan menampilkan informasi hasil pengkajian kekayaan budaya di Indonesia dalam pangkalan data budaya Indonesia. Bentuk media pengekspose informasi keberagaman budaya di Indonesia itu bermacam-macam, seperti pustaka, film, dan media online.
Budaya menjadi pintu masuknya dan selalu keberagaman (diversity) budaya itulah yang menjadi daya tarik bangsa-bangsa di dunia dalam mempelajari Indonesia tetapi belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia sendiri. Selain itu, informasi budaya yang otoritatif itu menjadi landasan untuk klaim budaya, misalnya melalui paten atau untuk pengajuan warisan budaya dunia (world cultural heritage).
Peran pusat kajian Indonesia
Jika ada pusat kajian Indonesia, minimal yang dapat dikembangkan di kedutaan-kedutaan atau lembaga perwakilan pemerintah Indonesia, kebutuhan mereka dapat segera terbantu terpenuhi. Dalam hal ini pusat kajian Indonesia di luar negeri juga perlu mengetahui dengan pihak-pihak mana saja di Indonesia mereka dapat berhubungan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Pusat kajian Indonesia atau pusat studi Indonesia perlu dikembangkan di negara-negara yang potensial mengembangkan studi tentang keindonesiaan dalam bidang keilmuan apa pun.
Di samping itu, negara-negara yang mempunyai kepentingan dengan Indonesia, entah itu kepentingan praktis, seperti bisnis, pariwisata, dan kepentingan politis juga perlu mempelajari Indonesia sehingga di dalam pusat kajian Indonesia-lah berbagai macam informasi tentang Indonesia dapat dipelajari.
Pusat kajian Indonesia juga dapat membantu pembentukan atau penyelenggaraan program-program studi Indonesia atau kursus-kursus bahasa dan budaya Indonesia di luar negeri. Kini lebih dari 45 negara mempunyai program studi Indonesia dimana umumnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Di Amerika Serikat terdapat Cornell University dan University of Hawaii yang memajukan kajian Indonesia. Di Belanda, Leiden University menjadi perintis pengembang kajian Indonesia.
Di Australia, negara yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, perguruan-perguruan tinggi terkemuka seperti Australian National University, Melbourne University, Sydney University, La Trobe University, dan lain-lain telah lama menyelenggarakan program kajian Indonesia. Di Jepang terdapat 26 institusi yang menyelenggarakan program kajian Indonesia, yang kebanyakan juga perguruan tinggi.
Rusia dan negara-negara pecahan Rusia, misalnya, saat ini berminat untuk mempererat hubungan dengan Indonesia. Dalam konteks ini, di negara-negara itu sedang dibutuhkan informasi dan tenaga pengajar ahli Indonesia.
Refleksi Sumpah Pemuda
Pada akhirnya, pengetahuan masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional atas budaya Indonesia akan terbangun melalui ekspose budaya. Pusat kajian Indonesia tidak hanya perlu dikembangkan di luar negeri, tetapi juga di Tanah Air.
Dr. Untung Yuwono yakin bahwa selain kebudayaan, bahasa Indonesia juga berpotensi menjadi bahasa internasional. "Seperti halnya bahasa Arab dan China yang sudah mendunia, bahasa Indonesia juga berpotensi menjadi bahasa internasional," tuturnya.
Jadi, internasionalisasi bahasa Indonesia tidak hanya bergantung pada klaim bahwa bahasa Indonesia itu mudah dipelajari, bahasa yang demokratis, dan lain-lain yang inheren dengan ciri-ciri bahasa Indonesia, tetapi bergantung pada klaim berapa banyak Indonesia berpengaruh terhadap dunia dan berapa banyak penutur bahasa Indonesia di dunia, tidak hanya penutur di dalam Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Dalam konteks lebih luas, Sumpah Pemuda juga merupakan momen bagi bangsa ini untuk refleksi terhadap apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk mempertahankan keutuhan, kedaulatan dan kewibawaan negara dengan melihat apakah pembangunan yang sudah ada ditujukan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteran rakyatnya atau justru malah merampasnya untuk kepentingan kelompok tertentu atau bahkan bagi bangsa lain.